Selasa, 16 Mei 2017

Paper Sedimen Non Klastik : Guano Phosphate

Analisa Proses Terbentuknya Guano Phosphate dan Pemanfaatannya di Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
Iqbal Riyandi Fitra1
21100114120011
iqbalriyandi@gmail.com
1Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Sari
Phosphate adalah salah satu bahan galian yang terbentuk dalam guano dimana mengandung unsur PO2O5. Phosphat merupakan satu-satunya bahan galian (diluar air) yang mempunyai siklus, unsur fosfor di alam akan selalu diserap oleh mahluk hidup, senyawa phosphat pada jaringan mahluk hidup yang telah mati akan terurai, kemudian terakumulasi dan terendapkan dilautan. Berdasarkan proses terbentuknya, phosphat dibagi menjadi 3, yaitu fosfat primer, sekunder dan juga guano fosfat. Di ketahui phosphat pada daerah kebumen ini  termasuk ke dalam proses pembentukan phosphat guano. Phosphat guano merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan dan kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping karena pengaruh air hujan dan air tanah. Pada daerah ini termasuk ke dalam proses pembentukan phosphat karena pengaruh hewan seperti kelelawar, dikarenakan terbentuk di dalam gua yang mana terdapat hewan seperti kelelawar yang mendiami gua tersebut. Proses pembentukan guano phosphat awalnya adalah berupa tumpukan sekresi (kotoran) burung atau kelelawar yang larut oleh air (hujan) atau air tanah dan meresap ke dalam tubuh batugamping, bereaksi dengan kalsit untuk membentuk hidroksil fluorapatit atau Ca5(PO4)3(OH,F) dalam rekahan atau menyusup diantara perlapisan batugamping, maupun terendapkan di dasar batugamping, umumnya terdapat secara terbatas dalam gua-gua gamping. Pada umumnya endapan ini kurang bernilai komersial karena hanya merupakan urat-urat memanjang yang tidak menerus, dengan ketebalan beberapa cm sampai 20 cm, walaupun pada beberapa lokasi dapat mencapai 50 cm. Akan tetapi endapan jenis ini termasuk batuan fosfat yang cukup reaktif, sehingga dapat sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan lokal, atau dikembangkan dalam skala kecil. Pemanfaatan secara umum yaitu pupuk yang mana untuk memperbaiki dan memperkaya struktur tanah karena 40% pupuk ini mengandung material organik, sebagai fungsi alami, kandungan N – P – K yang telah cocok digolongkan sebagai pupuk,  mengontrol nematoda merugikan yang ada di dalam tanah, baik sebagai aktifator dalam pembuatan kompos, mudah menyerap unsur yang bermanfaat dalam pupuk, menguatkan batang dan mengoptimalkan pertumbuhan daun baru dan proses fotosintesis pada tanaman.

Kata kunci : Fosfat, Sekresi Hewan, Guano Fosfat, Pupuk


Pendahuluan
      Guano phosphate merupakan jenis batu phosphat yang yang terbentuk dari hasil sekresi dari kotoran hewan seperti burung dan juga kelelawar. Hal ini tentu menjadi tanda tanya besar mengapa bisa terbentuk dan terjadi seperti itu. Berdasarkan proses pembentukannya, fosfat dibagi menjadi 3, yaitu fosfat primer yang terbentuk dari pembekuan magma alkali yang mengandung mineral fosfat apatit, terutama fluor apatit (Ca5(PO4)3F). Kemudian fosfat sedimenter (marin)  merupakan endapan fosfat sedimen yang terendapkan di laut dalam, lingkungan alkali, dan lingkungan yang tenang. Fosfat alam terbentuk di laut dalam bentuk kalsium fosfat yang disebut phosphorit. Bahan endapan ini dapat ditemukan dalam endapan yang berlapis-lapis hingga ribuan milpersegi. Elemen P berasal dari pelarutan batuan, sebagian P diserap oleh tanaman, dan sebagian lagi terbawa oleh aliran ke laut dalam. Dan yang terakhir yang menjadi pokok bahasan adalah fosfat guano, merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan dan kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping karena pengaruh air hujan dan air tanah.
      Guano fosfat pada daerah kebumen ini terbentuk dari akumulasi kotoran kelelawar yang mana kontak dengan batugamping yang berada di dalam gua tersebut. seperti yang kita ketahui, sekresi kotoran hewan tersebut mengandung fosfor sehingga pada akhirnya akan membentuk guano fosfat. Maka tujuan dari pembuatan paper ini adalah menjelaskan secara terperinci tentang proses yang dapat menyebabkan terbentuknya endapan guano tersebut dan juga apa kegunaan dan juga manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari.

Tinjauan Pustaka
Fosfat adalah golongan persenyawaan kimia dimana salah satu logam bersenyawa dengan fosfat yang radikal. Golongan ini dicirikan oleh adanya gugus anion PO43- dan umumnya berkilap kaca atau lemak serta cenderung lunak dan rapuh tetapi perlu teman-teman ketahui bahwa fosfat juga memiliki struktur kristal yang bagus dan berwarna (Christya, 2013). Fosfat adalah unsur dalam suatu batuan beku (apatit) atau sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis, contoh mineral yang terdapat dalam fosfat adalah apatit dan uga monasit.
Keberadaan batuan fosfat di Indonesia cukup banyak ditemukan. Batuan fosfat umumnya terdapat di daerah pegunungan karang, batu gamping atau dolomitik yang merupakan deposit gua. Deposit fosfat alam di Indonesia menurut data yang dikumpulkan dari tahun 1968-1985 diperkirakan 895.000 ton, 66% terdapat di Pulau Jawa, 17% terdapat di Sumatera Barat, 8% terdapat di Kalimantan, 5% terdapat di Sulawesi, dan 4% terdapat di Papua, Aceh, Sumatera Utara, dan NusaTenggara.
Hingga saat ini, fosfat yang keberadaannya tidak teralu banyak dialam dimnfaatkan untuk pupuk tanaman dalam bidang pertanian.
Geologi Regional
Ditinjau dari sisi Geologis, Kebumen merupakan daerah tertua dalam proses pembentukannya. Daerah ini merupakan daerah Subduksi yang awalnya merupakan dasar samudra yang kemudian muncul sebagai akibat terjadinya tumbukan dua lempeng bumi pada 117 juta tahun – 60 juta tahun yang lalu, yakni lempeng benua Eurasia dan lempeng samudra Hindia. Berdasarkan fisiografi regional, daerah kebumen termasuk kedalam pegunungan serayu selatan dan secara stratigrafis ternasuk kedalam stratigrafis pegunungan kulon progo. Stratigrafi regional mandala serayu selatan terdiri dari beberapa formasi, antara lain:
Formasi Nanggulan
Penyusun batuan dari formasi ini menurut Wartono Raharjo dkk (1977) terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napal dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska. Diperkirakan ketebalan formasi ini adalah 30 meter. Berdasarkan pada studi fosil yang diketemukan, Formasi Nanggulan mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Atas (Hartono, 1969, vide Wartono Raharjo dkk, 1977).
Formasi Jonggrangan
Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral (Wartono rahardjo, dkk, 1977). Formasi ini diduga berumur miosen tengah.
Formasi Karang Sambung
          Merupakan kumpulan endapan olisostrom, terjadi akibat pelongsoran gaya berat di bawah permukaan laut, melibatkan endapan sedimen yang belum terkompaksi yang berlangsung pada lerengparit di bawah pengaruh endapan turbidit. Formasi ini merupakan sedimen pond dan diendapkan diatas bancuh Luk Ulo, terdiri dari konglomerat polimik, lempung abu-abu, serpih, dan beberapa lensa batugamping foraminifera besar. Hubungan tidak selaras dengan batuan Pratersier.
Metodologi
       Dalam pembuatan paper ini menggunakan metode studi pustaka, dimana bahan-bahan paper diambil dari buku, internet serta paper yang telah ada sebelumnya.

Deskripsi
Morfologi
Untuk daerah Kebumen sendiri, Asikin dkk (1992) membagi menjadi 3 satuan geomorfologi yaitu perbukitan berkerucut, merupakan daerah yang  didominasi oleh perbukitan berbentuk kerucut terpancung dengan kerucut kecil di puncaknya, baik tunggal maupun ganda. Morfologi kerucut kecil tersebut dibentuk oleh batuan terobosan atau intrusi. Pada umumnya satuan ini ditempati oleh litologi berupa breksi dari Formasi Gabon. Kemudian Perbukitan bergelombang daerah karst, yaitu perbukitan yang  berkembang pada daerah dengan litologi batugamping, dengan ciri perbukitan-perbukitan berkerucut kecil dengan lembah yang curam. Dan yang terakhir Dataran rendah, merupakan dataran yang meliputi Dataran Gombong di bagian timur dan Dataran Kroya di bagian barat dengan litologi penyusun pasir lempungan.

Petrologi
Litologi penyusun daerah kecamatan ayah kabupaten kebumen berdasarkan aspek geomorfologi diatas, terdapat morfologi berupa perbukitan karst. Hal ini berhubungan dengan proses pembentukan guano fosfat yang berada di goa jatijajar, kecamatan ayah, kabupaten kebumen ini. Dimana litologi yang mendominasi morfologi ini berupa batugamping dengan kadar CaCO3 yang cukup banyak. Tentunya dengan terdapat litologi ini dengan karakter fisik yang mudah larut dalam air, maka cenderung akan membentuk goa-goa dalam tanah. Hal ini juga yang nantinya akan menyebabkan proses terbentuknya goa khususnya pada daerah desa jatijajar ini. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa guano fosfat terbentuk antara reaksi dengan batugamping dan juga sekresi kotoran hewan, maka tentu akan menghasilkan endapan guano fosfat pada goa ini.
Pembahasan
Kebumen adalah salah satu kabupaten yang masuk dalam wilayah propinsi Jawa Tengah di wilayah paling Selatan pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Dengan kata lain, tidak ada lagi daratan di Selatan Kebumen, hanya ada Samudra Hindia dan Kutub Selatan. Pada daerah ini terdapat sebuah gua, yaitu tepatnya di Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Seperti goa-goa pada umumnya, goa jatijajar ini tersusun oleh batu kapur atau batugamping yang merupakan terbentuk didasar laut.
       Goa Jatijajar terletak 21 km dari Gembong ke arah selatan atau 42 km dari Kebumen ke arah barat, tepatnya terletak di Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen-Jawa Tengah.Goa Jatijajar dengan keadaan tanahnya yang berupa tanah kapur atau yang disebut juga Kars, terletak di ketinggian 50 m di atas permukaan laut, panjang Goa Jatijajar lebih dari 250 m, dan mempunyai lebar rata-rata 15 m serta tingginya mencapai 12 m lebih.Suhu udara dari Goa Jatijajar yang memiliki kedalaman 40 m ini berkisar antara 32°C-20°C ini memiliki bermacam-macam jenis batuan, yang diantaranya : batu kapur, batu cadas, dan batu kalsit.
Sekitar 14-11 juta tahun lalu daerah ini masih merupakan paparan laut dangkal, yang kemudian terangkat hingga ketinggiannya sekarang akibat sifat bumi yang dinamis. Tidak adanya sedimen lain yang menutupi lapisan batu gamping di daerah Gombong selatan menunjukkan jika sejak 10 juta tahun lalu daerah ini sudah berada di atas permukaan laut. Dihitung dari kurun waktu kurang dari 10 juta tahun telah terjadi pengangkatan setinggi lebih dari 300 m. Pengangkatan itu menyebabkan batuan terkekarkan dan tersesarkan. Curah hujan yang tinggi mempercepat terjadinya proses karstifikasi, membentuk kars sebagaimana terlihat sekarang. Terdapat pula lubang-lubang yang berada didasar goa, hal ini menandakan terdapat penambangan guano fosfat yang dilakukan oleh masyarakat.
Guano fosfat yang berada pada daerah ini diketahui terbentuk oleh adanya bantuan dari hewan seperti kelelawar maupun burung yang akan menghasilkan sekresi kotoran yang kemudian terakumulasi disuatu tempat. Guano fosfat merupakan salah satu sumber fosfat selain batu fosfat alam yang berhubungan dengan batuan beku dan batuan sedimen. Guano fosfat merupakan endapan fosfat yang keterdapatannya berkaitan dengan endapan gua. Di indonesia endapan fosfat ini di temukan dalam bentuk butiran, juga bongkahan. Endapan fosfat guano ini mempunyai komposisi kalsium fosfat dan terdapat sebagai endapan permukaan, endapan gua, dan endapan bawah permukaannya.
Sebagaimana yang telah di jelaskan diatas, endapan fosfat guano ini di hasilkan dari suatu reaksi antara kotoran burung dan kelelawar dengan batu gamping yang mengandung asam fosfat karena pengaruh air hujan atau air tanah. Reaksi yang terjadi akan membentuk kalsium fosfat sebagai akibat penggantian batugamping secara metasomatis. Bila terjadi pada tanah liat yang  mengandung besi dan aluminium, maka reaksi akan menghasilkan Fe fosfat  dan Al fosfat. Penggolongan suatu fosfat didasarkan atas kadar P2O5.
Pada goa jatijajar ini terdapat lorong ataupun lubang-lubang yang dulunya merupakan tambang guano fosfat, informasi ini diperkuat dengan adanya bekas-bekas tambang seperti adanya langit-langit goa yang terkikis dikarenakan untuk mengambil guano fosfat hasil dari sekresi kotoran hewan tersebut. fosfat ini sendiri umumnya mengandung atau terdapat mineral-mineral seperti apatite dan monosit. Tentu masih banyak mineral lain yang menjadi penyusun fosfat ini. Namun dalam hal ini fosfat yang terbentuk di goa jatijajar merupakan hasil dari reaksi antara batugamping yang mengandung fosfat dan juga dari kotoran hewan tadi sehingga lama-kelamaan akan membentuk suatu bentukan yang keras yang kemudian membatu dan menempel pada dinding-dinding goa.
Fosfor yang dapat dikonsumsi oleh tanaman adalah dalam bentuk fosfat, seperti diamonium fosfat ((NH4)2HPO4) atau kalsium fosfat dihidrogen (Ca(H2PO4)2). Senyawa anorganik fosfat dalam air laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat (H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme. Sumber alami fosfor diperairan adalah pelapukan batuan mineral, misalnya fluorapatite [Ca5-(PO4)3F], hydroxylapatite [Ca5-(PO4)3OH], strengire [Fe(PO4)2H2O], whitlockite [Ca5-(PO4)2], dan berlinite (AIPO4). Trinatrium fosfat (Na3PO4), Seyawa fosfor anorganik yang biasa terdapat di perairan.
Penambangan posfat guano di lakukan dengan cara sederhana karena cadangan endapan tersebut relatif sedikit, sedangkan untuk cadangan yang lebih besar di lakukan dengan cara semi mekanis. Pengolahan dari endapan fosfat guano ini yaitu melalui tahapan pengeringan dan pemisahan kotoran bahan baku, pencampuran dan solidifikasi, pembutiran dan pengantongan. Untuk manfaat yang dapat dihasilkan dari guano fosfat ini adalah untuk  memperbaiki dan memperkaya struktur tanah karena 40% pupuk mengandung material organik, sebagai fungisida alami, kandungan N – P – K yang telah cocok digolongkan sebagai pupuk,  mengontrol nematoda merugikan yang ada di dalam tanah, baik sebagai aktifator dalam pembuatan kompos, mudah menyerap unsur yang bermanfaat dalam pupuk, menguatkan batang dan mengoptimalkan pertumbuhan daun baru dan proses fotosintesis pada tanaman. Pada kenyataannya, guano fosfat adalah suatu bahan baku yang berguna bagi kehidupan makhluk hidup.
Menurut literatur, jenis endapan fosfat guano jarang ditemukan dalam jumlah besar, bahkan di dunia total sumber dayanya hanya 2% dari seluruh sumber daya fosfat yang ada. Fosfat guano yang bernilai komersial di dunia baru diketahui di Pulau Christmast dan Pulau Nauru. Produksi fosfat Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan domestik, sehingga produsen pupuk harus mengimpor fosfat dari beberapa negara produsen fosfat, seperti USA, Maroko, dan Cina. Maka dari itu, sulit untuk menemukan guano fosfat pada daerah-daerah yang tidak memiliki kondisi khusus untuk terbentuk endapan guano fosfat ini. Memang guano fosfat terbentuk oleh sekresi kotoran hewan, namun jika tidak didukung oleh kondisi fisik batuan disekitar dan topografi yang khusus, maka endapan guano fosfat tidak bisa tebentuk.

Kesimpulan
Seperti yang telah kita ketahui bersama, guano fosfat merupakan suatu endapan fosfat yang terbentuk dari hasil reaksi antara kotoran hewan seperti kelelawar dan juga burung yang mendiami daerah goa jatijajar ini. Reaksi tersebut akan menghasilkan endapan guano yang akan membentuk tumpukan yang mengandung kadar P2O5 yang cukup banyak.
Pemanfaatan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat desa jatijajar ini umumnya adalah sebagai pupuk untuk tanaman, dan juga untuk menyuburkan tanah. Namun, pada saat sekarang ini, endapam guano yang terdapat pada goa ini sudah mulai habis dikarenakan tidak adanya kondisi yang memungkinkan lagi untuk terbentuknya endapan tersebut dikarenakan juga goa ini sudah menjadi objek wisata yang mana aktifitas manusia lebih banyak dari pada aktifias hewan maupun alam tentunya.

Referensi
Graha, Doddy Setia. 1987. Batuan dan Mineral. Nova : Bandung
Tim Asisten Petrologi. 2015. Buku Panduan Praktikum Petrologi. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro: Semarang
http://www.academia.edu/9536099/BAB_II_KERANGKA_GEOLOGI_REGIONAL (Diakses pada       Sabtu 16 Mei 2015, pukul 14.55 WIB)
http://pag.bgl.esdm.go.id/database-peta/node/10 (Diakses pada Sabtu 16 Mei 2015, pukul 15.10 WIB)
https://anggajatiwidiatama.wordpress.com/2013/06/15/geologi-regional-serayu-selatan/ (Diakses           pada Sabtu 16 Mei 2015, pukul 15.38 WIB)
http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=376:potensi-agromineral-di-indonesia&catid=32:makalah-buletin (Diakses pada Sabtu 16 Mei 2015, pukul 15.59 WIB)
http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Fosfat/ulasan.asp?xdir=Fosfat&commId=14&comm=Fosfat (Diakses pada Sabtu 16 Mei 2015, pukul 16.16 WIB)
https://coretan426.wordpress.com/2013/07/23/kehidupan-unsur-dan-mineral-dalam-bidang-pertanian/ (Diakses pada Sabtu 16 Mei 2015, pukul 16.44 WIB)
.



Lampiran



Gambar 1. Peta Geologi Teknik Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah

Gambar 2. Goa Jatijajar

Gambar 3. Kenampakan Endapan Guano Fosfat pada dinding goa jatijajar
Gambar 4. Kenampakan Endapan Guano fosfat
Table 1.   Deposit batu fosfat di Indonesia menurut Peta Potensi Sumber Daya Geologi seluruh kabupaten di Indonesia







Selasa, 07 Juni 2016

LAPORAN PETROGRAFI : BATUAN BEKU NON FRAGMENTAL

BAB I
HASIL DESKRIPSI

2.1 Sayatan G-18
       Perbesaran              : 4 x /0,10 P
       Jenis Batuan           : Batuan Beku Non Fragmental
       Tekstur Umum       :
·         Kristalinitas : Holokristalin
·         Granularitas : Inequigranular (faneroporfiritik)
·         Ukuran Kristal : mikrokristalin (3mm)
·         Hubungan Antar Kristal : Panidiomorfik
       Tekstur Khusus      : Porfiritik
       Komposisi              :
Nama Mineral
Sifat Optik Khas
Gelasan
Colourless (ppl), jika diputar warna tetap hitam (xpl), warna pink (baji kuarsa)
Plagioklas
Warna colourless (ppl), pink (baji kuarsa), terdapat kembaran albit, belahan 1 arah, dan sudut kembaran 47,5° (Bitownit An.82)
Kuarsa
Tidak memiliki belahan, relief rendah, gelapan bergelombang
Hornblende
Belahan 1 arah, prismatik, pleokroisme kuat,dan relief tinggi
Olivine
Warna pink-kehijauan (xpl), dengan pecahan tidak beraturan, tanpa belahan
Massa Dasar
Warna hitam (xpl), ukuran kristal yang halus





Nama Mineral
MP 1 (%)
MP 2 (%)
MP 3 (%)
Rata-rata (%)
Massa Dasar
5%
5%
10%
6%
Plagioklas
35%
25%
30%
30%
Kuarsa
10%
15%
15%
13%
Hornblende
20%
10%
10%
13%
Olivine
20%
35%
30%
28%
Gelasan
10%
5%
5%
6%


       Petrogenesa :
Pada pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x/0,10 P, dengan jenis batuan berupa batuan beku non fragmental. Tekstur umum yang dapat diamatai pada sayatan ini adalah tingkat kristalinitas yaitu holokristalin, dimana sayatan ini terdiri atas kristal mineral yang relatif banyak, dan granularitasnya berupa inequigranular (faneroporfiritik). Ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri atas kristal mineral, dan fabriknya adalah panidiomorfik (euhedra).Sayatan ini tersusun atas kristal-kristal mineral yang relatif besar, yang dikelilingi oleh massa dasar, sehingga dapat diketahui tekstur khususnya berupa porfiritik. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, kuarsa, hornblende, dan sedikit gelasan.sehingga dari pendeskripsian diatas, dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut terbentuk pada kondisi yang berbeda, dikarenakan mineralnya yang tidak seragam. Terbentuk pada zona antara plutonik dan hypabisal. Waktu pembentukan yang relatif sedang, dengan proses pembekuan yang relatif lama. Sehingga dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut adalah mineral penyusun batuan yang bersifat intermediet. Berdasarkan klasifikasi IUGS (1976), nama batuannya adalah olivine gabronorite.

       Nama Batuan : Olivine Gabronorite (IUGS, 1976)


2.2 Sayatan YA-20
       Perbesaran              : 4 x /0,10 P
       Jenis Batuan           : Batuan Beku Non Fragmental
       Tekstur Umum       :
·         Kristalinitas : Holokristalin
·         Granularitas : Equigranular (Fanerik)
·         Ukuran Kristal : mikrokristalin
·         Hubungan Antar Kristal : panidiomorfik
       Tekstur Khusus      : porfiritik
       Komposisi              :
Nama Mineral
Sifat Optik Khas
Olivine
Warna pink-kehijauan (xpl), dengan pecahan tidak beraturan, tanpa belahan
Kuarsa
Tidak memiliki belahan, relief rendah, gelapan bergelombang
Mineral opak
Warna hitam (xpl), ukuran kristal halus
Massa Dasar
Hitam (xpl) colourless (ppl)
Plagioklas
Warna colourless (ppl), pink (baji kuarsa), terdapat kembaran albit, belahan 1 arah, dan sudut kembaran 50,5° (Bitownite An.89)

Nama Mineral
MP 1 (%)
MP 2 (%)
MP 3 (%)
Rata-rata (%)
Olivine
15%
15%
40%
23,3%
Kuarsa
5%
5%
3%
4,3%
Mineral opak
10%
5%
7%
7,3%
Massa Dasar
30%
35%
20%
28,3%
Plagioklas
40%
40%
30%
36,67%


 



       Petrogenesa :
Pada pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x/0,10 P, dengan jenis batuan berupa batuan beku non fragmental. Tekstur umum yang dapat diamatai pada sayatan ini adalah tingkat kristalinitas yaitu holokristalin, dimana sayatan ini terdiri atas kristal mineral yang relatif banyak, dan granularitasnya berupa equigranular (fanerik). Ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri atas kristal mineral, dan fabriknya adalah panidiomorfik (euhedra).Sayatan ini tersusun atas kristal-kristal mineral yang relatif besar, yang dikelilingi oleh massa dasar, sehingga dapat diketahui tekstur khususnya berupa porfiritik. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, kuarsa, dan massa dasar. Sehingga dari pendeskripsian diatas, dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut terbentuk pada kondisi yang berbeda, dikarenakan mineralnya yang tidak seragam. Terbentuk pada zona antara plutonik dan hypabisal. Waktu pembentukan yang relatif sedang, dengan proses pembekuan yang relatif sedang. Dimana awalnya terbentuk lebih dulu mineral yang besar, dan selanjutnya yang kecil. Sehingga dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut adalah mineral penyusun batuan yang bersifat intermediet. Berdasarkan klasifikasi after streckeisen (1976), nama batuannya adalah Gabroids.
       Nama Batuan : Gabroids (after streckeisen, 1976)



2.3 Sayatan LS-16
       Perbesaran              : 4 x /0,10 P
       Jenis Batuan           : Batuan Beku Non Fragmental
       Tekstur Umum       :
·         Kristalinitas : Holohyalin
·         Granularitas : Inequigranular (faneroporfiritik)
·         Ukuran Kristal : mikrokristalin
·         Hubungan Antar Kristal : hypidiomorfik
       Tekstur Khusus      : porfiritik
       Komposisi              :
Nama Mineral
Sifat Optik Khas
Plagioklas
Warna colourless (ppl), pink (baji kuarsa), terdapat kembaran albit, belahan 1 arah, dan sudut kembaran 48° (Bitownite An.84)
Olivine
Warna pink-kehijauan (xpl), dengan pecahan tidak beraturan, tanpa belahan
Orthoklas
Terdapat kembaran carls-bad
Hornblende
Belahan 1 arah, prismatik, pleokroisme kuat,dan relief tinggi
Mineral opak
Warna hitam (xpl), ukuran kristal halus
Massa Dasar
Hitam (xpl) colourless (ppl)
Klinopiroksen
Belahan 1 arah, gelapan miring 48° (augite), dan terdapat pleokroik

Nama Mineral
MP 1 (%)
MP 2 (%)
MP 3 (%)
Rata-rata (%)
Plagioklas
40%
50%
50%
46,67%
Olivine
10%
5%
15%
10%
Orthoklas
10%
-
-
3,3%
Hornblende
15%
10%
-
8,3%
Mineral opak
5%
15%
15%
11,67%
Massa Dasar
10%
15%
10%
11,67%
Klinopiroksen
10%
5%
10%
8,3%




       Petrogenesa :
Pada pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x/0,10 P, dengan jenis batuan berupa batuan beku non fragmental. Tekstur umum yang dapat diamatai pada sayatan ini adalah tingkat kristalinitas yaitu holohyalin, dimana sayatan ini terdiri atas kristal mineral yang kecil dan dikelilingi oleh massa dasar, dan granularitasnya berupa inequigranular (faneroporfiritik). Ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri atas kristal mineral, dan fabriknya adalah hypidiomorfik (subhedral). Sayatan ini tersusun atas kristal-kristal mineral yang relatif sedang, yang dikelilingi oleh massa dasar, sehingga dapat diketahui tekstur khususnya berupa porfiritik. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, orthoklas, hornblende, dan piroksen. Sehingga dari pendeskripsian diatas, dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut terbentuk pada kondisi yang berbeda, dikarenakan mineralnya yang tidak seragam. Terbentuk pada zona antara hypabisal dan vulkanik. Waktu pembentukan yang relatif cepat, dengan proses pembekuan yang relatif cepat. Sehingga dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut adalah mineral penyusun batuan yang bersifat intermediet. Berdasarkan klasifikasi IUGS (1976), nama batuannya adalah olivine gabronorite. 
       Nama Batuan : olivine gabronorite (IUGS, 1976)



2.4 Sayatan 21
       Perbesaran              : 4 x /0,10 P
       Jenis Batuan           : Batuan Beku Non Fragmental
       Tekstur Umum       :
·         Kristalinitas : Holokristalin
·         Granularitas : Equigranular (fanerik)
·         Ukuran Kristal : mikrokristalin
·         Hubungan Antar Kristal : hypidiomorfik
       Tekstur Khusus      : ophitic
       Komposisi              :
Nama Mineral
Sifat Optik Khas
Olivin
Warna pink-kehijauan (xpl), dengan pecahan tidak beraturan, tanpa belahan
Piroksen
Belahan 1 arah, gelapan miring 50° (augite), dan terdapat pleokroik
Plagioklas
Warna colourless (ppl), pink (baji kuarsa), terdapat kembaran albit, belahan 1 arah, dan sudut kembaran 54° (anorthite An.94)
Hornblende
Belahan 1 arah, prismatik, pleokroisme kuat,dan relief tinggi

Nama Mineral
MP 1 (%)
MP 2 (%)
MP 3 (%)
Rata-rata (%)
Olivin
50%
60%
40%
50%
Piroksen
20%
40%
30%
26,67%
Plagioklas
5%
5%
10%
6,67%
Hornblende
25%
5%
20%
16,67%




       Petrogenesa :
Pada pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x/0,10 P, dengan jenis batuan berupa batuan beku non fragmental. Tekstur umum yang dapat diamatai pada sayatan ini adalah tingkat kristalinitas yaitu holokristalin, dimana sayatan ini terdiri atas kristal mineral yang relatif banyak, dan granularitasnya berupa equigranular (fanerik). Ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri atas kristal mineral, dan fabriknya adalah hypidiomorfik (subhedral). Sayatan ini tersusun atas kristal-kristal mineral yang relatif besar (plagioklas) dilingkupi oleh piroksen, dan tidak ada massa dasar, sehingga dapat diketahui tekstur khususnya berupa ophitic. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, hornblende, dan piroksen. Sehingga dari pendeskripsian diatas, dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut terbentuk pada kondisi yang sama, dikarenakan mineralnya yang seragam. Terbentuk pada zona antara plutonik. Waktu pembentukan yang relatif lama, dengan proses pembekuan yang relatif lama. Sehingga dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut adalah mineral penyusun batuan yang bersifat basa. Berdasarkan klasifikasi after streckeisen (1976), nama batuannya adalah peridotite.
       Nama Batuan : peridotite (after streckeisen, 1976)



2.5 Sayatan M02
       Perbesaran              : 4 x /0,10 P
       Jenis Batuan           : Batuan Beku Non Fragmental
       Tekstur Umum       :
·         Kristalinitas : holokristalin
·         Granularitas : Inequigranular (porfiroafanitik)
·         Ukuran Kristal : mikrokristalin
·         Hubungan Antar Kristal :hypidioblastik
       Tekstur Khusus      : intersertal
       Komposisi              :
Nama Mineral
Sifat Optik Khas
Plagioklas
Warna colourless (ppl), pink (baji kuarsa), terdapat kembaran albit, belahan 1 arah, dan sudut kembaran 15° (albit An.8)
Kuarsa
Tidak memiliki belahan, relief rendah, gelapan bergelombang
Muskovite
Bentuk berlembar, pleokroisme kuat, gelapan sejajar
Mineral opak
Warna hitam (xpl), ukuran kristal halus
olivine
Warna pink-kehijauan (xpl), dengan pecahan tidak beraturan, tanpa belahan

Nama Mineral
MP 1 (%)
MP 2 (%)
MP 3 (%)
Rata-rata (%)
Plagioklas
50%
50%
40%
46,67%
Kuarsa
10%
10%
15%
11,67%
Muskovite
5%
5%
5%
5%
Mineral opak
25%
10%
-
11,67%
olivine
10%
15%
40%
21,67%


       Petrogenesa :
Pada pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x/0,10 P, dengan jenis batuan berupa batuan beku non fragmental. Tekstur umum yang dapat diamatai pada sayatan ini adalah tingkat kristalinitas yaitu holokristalin, dimana sayatan ini terdiri atas kristal mineral yang relatif banyak, dan granularitasnya berupa inequigranular (porfiroafanitik). Ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri atas kristal mineral, dan fabriknya adalah hypidiomorfik (subhedral).Sayatan ini tersusun atas kristal-kristal mineral yang relatif kecil, yang didominasi oleh mineral plagioklas yang memanjang dan terisi oleh gelasan atau mineral opak, sehingga dapat diketahui tekstur khususnya berupa intersertal. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, kuarsa, muskovit, dan sedikit gelasan. Sehingga dari pendeskripsian diatas, dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut terbentuk pada kondisi yang berbeda, dikarenakan mineralnya yang tidak seragam. Terbentuk pada zona antara hypabisal dan vulkanik. Waktu pembentukan yang relatif cepat, dengan proses pembekuan yang relatif cepat. Sehingga dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut adalah mineral penyusun batuan yang bersifat intermediet. Berdasarkan klasifikasi IUGS (1976), nama batuannya adalah Granodiorite
       Nama Batuan : Granodiorite (IUGS, 1976)



2.6 Sayatan STA-19
       Perbesaran              : 4 x /0,10 P
       Jenis Batuan           : Batuan Beku Non Fragmental
       Tekstur Umum       :
·         Kristalinitas : Holokristalin
·         Granularitas : Inequigranular (faneroporfiritik)
·         Ukuran Kristal : mikrokristalin
·         Hubungan Antar Kristal : hypidiomorfik
       Tekstur Khusus      : porfiritik
       Komposisi              :
Nama Mineral
Sifat Optik Khas
Orthoklas
Terdapat kembaran carls-bad
Kuarsa
Tidak memiliki belahan, relief rendah, gelapan bergelombang
Plagioklas
Warna colourless (ppl), pink (baji kuarsa), terdapat kembaran albit, belahan 1 arah, dan sudut kembaran 30° (labradorite An.54)
Olivine
Warna pink-kehijauan (xpl), dengan pecahan tidak beraturan, tanpa belahan
Biotite
Warna merah kecoklatan (xpl), bentuk prismatik
Massa dasar
Hitam (xpl) colourless (ppl)
piroksen
Belahan 1 arah, gelapan miring 42° (augite), dan terdapat pleokroik

Nama Mineral
MP 1 (%)
MP 2 (%)
MP 3 (%)
Rata-rata (%)
Orthoklas
20%
10%
20%
16,67%
Kuarsa
-
30%
30%
20%
Plagioklas
30%
25%
10%
21,67%
Olivine
10%
5%
20%
11,67%
Biotite
10%
-
-
3,3%
Massa dasar
20%
25%
20%
21,67%
piroksen
10%
5%
-
5%


       Petrogenesa :
Pada pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x/0,10 P, dengan jenis batuan berupa batuan beku non fragmental. Tekstur umum yang dapat diamatai pada sayatan ini adalah tingkat kristalinitas yaitu holokristalin, dimana sayatan ini terdiri atas kristal mineral yang relatif banyak, dan granularitasnya berupa inequigranular (faneroporfiritik). Ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri atas kristal mineral, dan fabriknya adalah hypidiomorfik (subhedral). Sayatan ini tersusun atas kristal-kristal mineral yang relatif kecil, yang dikelilingi oleh massa dasar, sehingga dapat diketahui tekstur khususnya berupa porfiritik. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, kuarsa, biotite, piroksen, orthoklas. Sehingga dari pendeskripsian diatas, dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut terbentuk pada kondisi yang berbeda, dikarenakan mineralnya yang tidak seragam. Terbentuk pada zona antara plutonik dan hypabisal. Waktu pembentukan yang relatif sedang, dengan proses pembekuan yang relatif lama. Sehingga dapat diketahui bahwa mineral-mineral tersebut adalah mineral penyusun batuan yang bersifat intermediet.

       Nama Batuan : Ryolite (IUGS,1976)





BAB II
PEMBAHASAN

            Batuan beku non fragmental merupakan jenis batuan yang dibentuk oleh mineral-mineral primer, seperti olivine, piroksen,plagioklas, hornblend,kuarsa, biotite, K-feldspar, muskovite dan orthoklas. Semua mineral tersebut menjadi penciri sebuah batuan beku non fragmental. Kehadiran dari mineral-mineral tersebut didalam tubuh batuan akan mempengaruhi penamaannya. Maka dalam hal ini, pada praktikum petrografi acara batuan beku non fragmental yang dilaksanakan dalam 3 minggu berturut-turut dilakukan pengamatan secara mikroskopis menggunakan mikroskop polarisasi. Maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kenampakan secara mikroskopis dari mineral-mineral pembentuk batuan beku non fragmental, seperti sifat optiknya. Selain itu, pengamatan atau praktikum ini bertujuan agar praktikan mampu membedakan kenampakan mineral berdasarkan sifat optik, dan memberikan penamaan batuan yang menjadi komposisi penyusunnya. Yang selanjutnya dapat diinterpretasikan proses terbentuknya, pengaruh apa saja yang bekerja serta keterdapatannya di permukaan bumi. Berikut adalah pembahasan dari masing-masing peraga yang telah di amati.
2.1 Kode Preparat G-18
            Pengamatan yang pertama dilakukan pada preparat G-18 yang mana dilakukan pengamatan secara mikroskopis menggunakan mikroskop polarisasi dengan tiga medan pandang yang berbeda. Pembesaran yang dilakukan adalah 4x/0,10 P. Secara keseluruhan preparat ini menunjukan adanya tekstur kristalinitas berupa holokristalin dikarenakan seluruhnya terdiri dari mineral. Kemudian ukuran butir mineralnya tidak seragam, sehingga granularitasnya dapat  dikatakan Inequigranular, dan dapat diketahui juga ukuran kristal mineralnya tidak seragam dan terlihat adanya fenokris yang dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik, namun masih dapat di deskripsikan dan dilihat dengan mata telanjang sehingga disebut faneroporfiritik. Sehingga dapat dikatakan sayatan ini memiliki ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri dari kristal mineral. Batas kristalnya terlihat jelas sehingga bentuk kristalnya dapat dikatakan sebagai panidiomorfik (euhedral). Sedangkan untuk tekstur khususnya dimana terdapat fenokris yang tertanam dalam massa dasar tersebut sehingga dapat dikatakan sebagai tekstur porfiritik.
            Pada preparat ini terdapat mineral yang memiliki kembaran albit dengan sudut 47,5o, sehingga mineral tersebut adalah Plagioklas Bitownit An.82.

Gambar 2.1 Kurva Plagioklas (Bitownite An.82)
Keterdapatan plagioklas secara keseluruhan pada preparat ini adalah sekitar 30%. Kemudian ada juga mineral yang terdapat pecahan yang tidak beraturan, tanpa belahan dan juga memiliki bentuk prismatik dengan relief yang tinggi, sehingga mineral tersebut adalah olivine. Keterdapatan Olivine pada preparat ini adalah sekitar 28%. Kemudian ada mineral memiliki belahan 1 arah, bentuk prosmatik, pleokroisme kuat dan relief tinggi sehingga mineral tersebut adalah hornblende. Keterdapatan hornblende pada preparat ini sekitar 13%. Selain itu ada mineral dengan sifat optik tidak memiliki belahan, relief rendah, memiliki gelapan bergelombang dengan bentuk yang tidak beraturan, sehingga mineral ini adalah kuarsa. Keterdapatan kuarsa pada preparat ini adalah 13%. Kemudian terdapat juga massa dasar (mineral opak) yang bersifat afanitik yang keterdapatannya sekitar 6%. Dan yang terakhir terdapat mineral dengan kenampakan warna hitam ketika pengamatan menggunakan nikol (nikol bersilang), diputar juga akan menampakkan kenampakan warna yang sama, sehingga mineral ini disebut dengan gelasan, dengan kelimpahannya pada preparat adalah 6%.
Tingkat kristalisasinya berupa holokristalin yaitu semua mineralnya membentuk kristal dan sedikit gelasan, hal ini menandakan bahwa batuan tersebut membeku secara intrusif jauh di bawah permukaan bumi sehingga mineralnya mempunyai waktu dan kondisi yang ideal untuk membentuk kristal. Granularitasnya berupa inequigranular faneroporfiritik, yaitu butirannya tidak memiliki ukuran seragam dan adanya fenokris (kristal yang lebih besar) dikelilingi massa dasar yang afanit yang masih dapat dilihat dengan mata telanjang. Granularitas faneroporfiritik tersebut menandakan bahwa mineral-mineralnya ada yang terbentuk bersamaan ada pula yang tidak. Ada mineral yang terlebih dahulu terbentuk kemudian setelah itu ada lagi mineral lain yang terbentuk pada kondisi suhu dan tekanan yang berbeda sehingga membentuk massa dasar, namun pada preparat ini mineral-mineralnya dominan terbentuk secara bersamaan. Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan tempat pembentukannya adalah zona plutonik hingga hipabisal. Batas kristalnya euhedral yaitu bidang batas antar kristalnya jelas. Pada awalnya mineral ini merupakan magma pijar yang cair, kemudian seiring dengan kondisi suhu yang disebabkan oleh tekanan sehingga mengakibatkan magma tersebut naik dan pada kondisi tertentu, mineral-mineral sudah mulai terbentuk, dimana mineral yang terbentuk dahulu adalah olivine yang bersamaan dengan plagioklas dan kemudian membeku. Pada saat tekanan dan suhu semakin rendah, mineral-mineral lain mulai terbentuk, seperti hornblende dan semakin menuju ke permukaan bumi mineral berupa gelasan terbentuk. Kemudian dapat diindikasikan bahwa mineral-mineral tersebut dapat ditemukan pada daerah-daerah zona magmatisme atau biasa disebut dengan 7 busur magmatisme. Berdasarkan komposisi mineralnya, yaitu olivine dan plagioklas yang dominan terbentuk, maka dapat diketahui dan diindikasikan bahwa batuan yang mengandung mineral-mineral tersebut dapat tersingkap atau ditemukan pada daerah island arc, back arc basin, dan zona hotspot samudra.
Gambar 2.2 Zona Magmatisme (Peraga G-18)
Berdasarkan komposisi mineralnya, dapat ditentukan penamaan batuan berdasarkan klasifikasi IUGS dengan persentase kelimpahan mineral dibagi dengan total kelimpahan mineral tanpa massa dasar. Setelah itu didapat Plagioklas berjumlah 35,7%, Olivine 33,3% dan Kuarsa 15,47%, dan Hornblende 15,47%. Berdasarkan klasifikasi tersebut maka peparat G-18 tersebut berasal dari sayatan batuan Olivine Gabbronorite (IUGS, 1976).

 


Gambar 2.3 Klasifikasi IUGS, 1976 (peraga G-18)

2.2 Kode Preparat YA-20
Pada Preparat YA-20 dilakukan pengamatan secara mikroskopis menggunakan mikroskop polarisasi dengan tiga medan pandang yang berbeda. Pembesaran yang dilakukan adalah 4x/0,10 P. Secara keseluruhan preparat ini menunjukan adanya tekstur kristalinitas yang holokristalin dikarenakan seluruhnya terdiri dari mineral. Ukuran butir mineralnya seragam, sehingga granularitasnya dikatakan equigranular. Ukuran kristal mineralnya yang seragam dan terlihat adanya fenokris yang masih dapat di deskripsikan sehingga disebut fanerik. Batas kristalnya terlihat jelas sehingga bentuk kristalnya dapat dikatakan euhedral (panidiomorfik). Sedangkan untuk tekstur khususnya dimana terdapat fenokris yang tertanam dalam massa dasar tersebut sehingga dapat dikatakan sebagai tekstur porfiritik.
            Pada preparat ini terdapat mineral yang memiliki kembaran albit dengan sudut 50,5o, sehingga mineral tersebut adalah Plagioklas Bitownit An.89.

Gambar 2.4 Kurva Plagioklas (Bitownite An.89)
Keterdapatan plagioklas secara keseluruhan pada preparat ini adalah sekitar 36,67%. Kemudian ada juga mineral yang terdapat pecahan yang tidak beraturan, tanpa belahan dan juga memiliki bentuk prismatik dengan relief yang tinggi, sehingga mineral tersebut adalah olivine. Keterdapatan Olivine pada preparat ini adalah sekitar 23,3%. Selain itu ada mineral dengan sifat optik tidak memiliki belahan, relief rendah, memiliki gelapan bergelombang dengan bentuk yang tidak beraturan, sehingga mineral ini adalah kuarsa. Keterdapatan kuarsa pada preparat ini adalah 4,3%. Kemudian terdapat juga massa dasar (mineral opak) yang bersifat afanitik yang keterdapatannya secara keseluruhan sekitar 35,6%.
Tingkat kristalisasinya berupa holokristalin yaitu semua mineralnya membentuk kristal dan sedikit gelasan, hal ini menandakan bahwa batuan tersebut membeku secara intrusif jauh di bawah permukaan bumi sehingga mineralnya mempunyai waktu dan kondisi yang ideal untuk membentuk kristal. Granularitasnya berupa equigranular fanerik, yaitu butirannya memiliki ukuran seragam dan adanya fenokris (kristal yang lebih besar) yang masih dapat dilihat dengan mata telanjang. Granularitas fanerik tersebut menandakan bahwa mineral-mineralnya terbentuk bersamaan, pada preparat ini mineral-mineralnya dominan terbentuk secara bersamaan. Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan tempat pembentukannya adalah zona plutonik. Batas kristalnya euhedral yaitu bidang batas antar kristalnya jelas. Pada awalnya mineral ini merupakan magma pijar yang cair, kemudian seiring dengan kondisi suhu yang disebabkan oleh tekanan sehingga mengakibatkan magma tersebut naik dan pada kondisi tertentu, mineral-mineral sudah mulai terbentuk, dimana mineral yang terbentuk dahulu adalah olivine yang bersamaan dengan plagioklas dan kemudian membeku. Pada saat tekanan dan suhu semakin rendah, mineral-mineral lain mulai terbentuk, seperti kuarsa dan semakin menuju ke permukaan bumi mineral berupa mineral afanik terbentuk. Kemudian dapat diindikasikan bahwa mineral-mineral tersebut dapat ditemukan pada daerah-daerah zona magmatisme atau biasa disebut dengan 7 busur magmatisme. Berdasarkan komposisi mineralnya, yaitu olivine dan plagioklas yang dominan terbentuk, maka dapat diketahui dan diindikasikan bahwa batuan yang mengandung mineral-mineral tersebut dapat tersingkap atau ditemukan pada daerah island arc, back arc basin, dan zona hotspot samudra.

Gambar 2.5 Zona Magmatisme (Peraga YA-20)
Berdasarkan komposisi mineralnya, ditentukan penamaan batuan berdasarkan klasifikasi IUGS dengan persentase kelimpahan mineral dibagi total kelimpahan mineral tanpa massa dasar. Setelah itu didapat Plagioklas berjumlah 55%, dan Olivine 45%. Berdasarkan klasifikasi tersebut maka peparat YA-20 tersebut berasal dari sayatan batuan Gabroids (IUGS, 1976).



Gambar 2.6 Klasifikasi IUGS, 1976 (peraga YA-20)

2.3 Kode Preparat LS-16
Pada Preparat LS-16 dilakukan pengamatan secara mikroskopis menggunakan mikroskop polarisasi dengan tiga medan pandang yang berbeda. Pembesaran yang dilakukan adalah 4x/0,10 P. Secara keseluruhan preparat ini menunjukan adanya tekstur kristalinitas yang holohyalin dikarenakan sebagian terdiri dari mineral dan sebagiannya massa dasar. Ukuran butir mineralnya tidak seragam, sehingga granularitasnya dikatakan Inequigranular. Ukuran kristal mineralnya tidak seragam dan terlihat adanya fenokris yang dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik, namun masih dapat di deskripsikan sehingga disebut faneroporfiritik. Batas kristalnya ada yang terlihat jelas ada yang tidak, sehingga bentuk kristalnya dapat dikatakan subhedral (hypidiomorfik). Sedangkan untuk tekstur khususnya dimana terdapat fenokris yang tertanam dalam massa dasar tersebut sehingga dapat dikatakan sebagai tekstur porfiritik.
            Pada preparat ini terdapat mineral yang memiliki kembaran albit dengan sudut 48o, sehingga mineral tersebut adalah Plagioklas Bitownit An.84.

Gambar 2.7 Kurva Plagioklas (Bitownite An.84)
Keterdapatan plagioklas secara keseluruhan pada preparat ini adalah sekitar 46,67%. Kemudian ada juga mineral yang terdapat pecahan yang tidak beraturan, tanpa belahan dan juga memiliki bentuk prismatik dengan relief yang tinggi, sehingga mineral tersebut adalah olivine. Keterdapatan Olivine pada preparat ini adalah sekitar 10%. Kemudian ada mineral memiliki belahan 1 arah, bentuk prosmatik, pleokroisme kuat dan relief tinggi sehingga mineral tersebut adalah hornblende. Keterdapatan hornblende pada preparat ini sekitar 8,3%. Kemudian terdapat juga mineral dengan sifat optik belahan 1 arah, gelapan miring 48° (augite) dan terdapat pleokroik,sehingga mineral tersebut adalah piroksen. Keterdapatan piroksen dalam sayatan ini adalah 8,67%. Selanjutnya terdapat sifat optik mineral yaitu ada kembaran carlsbad, sehingga mineral tersebut adalah orthoklas. Keterdapatan orthoklas dalam sayatan adalah 3,3%. Kemudian ada massa dasar (mineral opak) yang bersifat afanitik yang keterdapatannya sekitar 21,7%.
Tingkat kristalisasinya berupa holohyalin yaitu sebagian mineralnya membentuk kristal dan sebagian massa dasar membentuk gelasan, hal ini menandakan bahwa batuan tersebut membeku secara intrusif di bawah permukaan bumi sehingga mineralnya mempunyai waktu dan kondisi yang ideal untuk membentuk kristal. Granularitasnya berupa inequigranular faneroporfiritik, yaitu butirannya tidak memiliki ukuran seragam dan adanya fenokris (kristal yang lebih besar) dikelilingi massa dasar yang afanit. Granularitas faneroporfiritik tersebut menandakan bahwa mineral-mineralnya ada yang terbentuk bersamaan ada pula yang tidak. Ada mineral yang terlebih dahulu terbentuk kemudian setelah itu ada lagi mineral lain yang terbentuk pada kondisi yang suhu dan tekanan yang berbeda sehingga membentuk massa dasar, namun pada preparat ini mineral-mineralnya dominan terbentuk secara bersamaan. Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan tempat pembentukannya adalah zona plutonik hingga hipabisal. Batas kristalnya euhedral yaitu bidang batas antar kristalnya jelas. Pada awalnya mineral ini merupakan magma pijar yang cair, kemudian seiring dengan kondisi suhu yang disebabkan oleh tekanan sehingga mengakibatkan magma tersebut naik dan pada kondisi tertentu, mineral-mineral sudah mulai terbentuk, dimana mineral yang terbentuk dahulu adalah olivine yang bersamaan dengan plagioklas dan kemudian membeku. Pada saat tekanan dan suhu semakin rendah, mineral-mineral lain mulai terbentuk, seperti hornblende dan semakin menuju ke permukaan bumi mineral berupa gelasan terbentuk. Kemudian dapat diindikasikan bahwa mineral-mineral tersebut dapat ditemukan pada daerah-daerah zona magmatisme atau biasa disebut dengan 7 busur magmatisme. Berdasarkan komposisi mineralnya, yaitu olivine dan plagioklas dan piroksen yang dominan terbentuk, maka dapat diketahui dan diindikasikan bahwa batuan yang mengandung mineral-mineral tersebut dapat tersingkap atau ditemukan pada daerah island arc, back arc basin, dan zona hotspot samudra.
 

Gambar 2.8 Zona Magmatisme (Peraga LS-16)
Berdasarkan komposisi mineralnya, ditentukan penamaan batuan berdasarkan klasifikasi IUGS dengan persentase kelimpahan mineral dibagi total kelimpahan mineral tanpa massa dasar. Setelah itu didapat Plagioklas berjumlah 50%, Olivine 30% dan piroksen 20%. Berdasarkan klasifikasi tersebut maka peparat LS-16 tersebut berasal dari sayatan batuan Olivine Gabbronorite.


Gambar 2.9 Klasifikasi IUGS, 1976 (peraga LS-16)

2.4 Kode Preparat 21
Pengamatan yang selanjutnya dilakukan pada preparat 21 yang mana dilakukan pengamatan secara mikroskopis menggunakan mikroskop polarisasi dengan tiga medan pandang yang berbeda. Pembesaran yang dilakukan adalah 4x/0,10 P. Secara keseluruhan preparat ini menunjukan adanya tekstur kristalinitas berupa holokristalin dikarenakan seluruhnya terdiri dari mineral. Kemudian ukuran butir mineralnya seragam, sehingga granularitasnya dapat  dikatakan Equigranular, dan dapat diketahui juga ukuran kristal mineralnya seragam dan terlihat adanya fenokris yang masih dapat di deskripsikan dan dilihat dengan mata telanjang sehingga disebut fanerik. Sehingga dapat dikatakan sayatan ini memiliki ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri dari kristal mineral. Batas kristalnya ada yang terlihat jelas dan ada juga yang saling berhimpitan sehingga bentuk kristalnya dapat dikatakan sebagai hypidiomorfik (subhedral). Sedangkan untuk tekstur khususnya dimana terdapat kristal plagioklas yang dilingkupi oleh mineral piroksen sehingga dapat dikatakan sebagai tekstur ophitic.
            Pada preparat ini terdapat mineral yang memiliki kembaran albit dengan sudut 54o, sehingga mineral tersebut adalah Plagioklas Anorthite An.94.

Gambar 2.10 Kurva Plagioklas (Anorthite An.94)
Keterdapatan plagioklas secara keseluruhan pada preparat ini adalah sekitar 6,6%. Kemudian ada juga mineral yang terdapat pecahan yang tidak beraturan, tanpa belahan dan juga memiliki bentuk prismatik dengan relief yang tinggi, sehingga mineral tersebut adalah olivine. Keterdapatan Olivine pada preparat ini adalah sekitar 50%. Kemudian ada mineral memiliki belahan 1 arah, bentuk prosmatik, pleokroisme kuat dan relief tinggi sehingga mineral tersebut adalah hornblende. Keterdapatan hornblende pada preparat ini sekitar 16,67%. Dan yang terakhir adalah terdapat belahan 1 arah, memiliki gelapan miring 50°(augite), sehingga dapat diketahui mineral ini adalah piroksen (klinopiroksen). Keterdapatan piroksen dalam sayatan ini adalah 26,6%.
Tingkat kristalisasinya berupa holokristalin yaitu semua mineralnya membentuk kristal dan sedikit gelasan, hal ini menandakan bahwa batuan tersebut membeku secara intrusif jauh di bawah permukaan bumi sehingga mineralnya mempunyai waktu dan kondisi yang ideal untuk membentuk kristal. Granularitasnya berupa equigranular fanerik, yaitu butirannya memiliki ukuran seragam dan adanya fenokris (kristal yang lebih besar) yang masih dapat dilihat dengan mata telanjang. Granularitas fanerik tersebut menandakan bahwa mineral-mineralnya terbentuk bersamaan. Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan tempat pembentukannya adalah zona plutonik. Batas kristalnya subhedral yaitu bidang batas antar kristalnya ada yang jelas ada pula yang berhimpitan. Pada awalnya mineral ini merupakan magma pijar yang cair, kemudian seiring dengan kondisi suhu yang disebabkan oleh tekanan sehingga mengakibatkan magma tersebut naik dan pada kondisi tertentu, mineral-mineral sudah mulai terbentuk, dimana mineral yang terbentuk dahulu adalah olivine yang bersamaan dengan plagioklas, kemudian terbentuk piroksen dan kemudian membeku. Pada saat tekanan dan suhu semakin rendah, mineral-mineral lain mulai terbentuk, seperti hornblende dan semakin menuju ke permukaan bumi mineral berupa gelasan terbentuk. Kemudian dapat diindikasikan bahwa mineral-mineral tersebut dapat ditemukan pada daerah-daerah zona magmatisme atau biasa disebut dengan 7 busur magmatisme. Berdasarkan komposisi mineralnya, yaitu olivine dan plagioklas yang dominan terbentuk, maka dapat diketahui dan diindikasikan bahwa batuan yang mengandung mineral-mineral tersebut dapat tersingkap atau ditemukan pada daerah MOR (Mid Oceanic Ridge).

Gambar 2.11 Zona Magmatisme (Peraga 21)
Berdasarkan komposisi mineralnya, dapat ditentukan penamaan batuan berdasarkan klasifikasi IUGS dengan persentase kelimpahan mineral dibagi dengan total kelimpahan mineral tanpa massa dasar. Setelah itu didapat Plagioklas berjumlah 6,67%, Olivine 50%, Hornblende + Piroksen 43,347%. Berdasarkan klasifikasi tersebut maka peparat 21 tersebut berasal dari sayatan batuan Peridotite (IUGS, 1976).

Gambar 2.12 Klasifikasi IUGS, 1976 (peraga 21)

2.5 Kode Preparat M02
Pengamatan yang Selanjutnya dilakukan pada preparat M02 yang mana dilakukan pengamatan secara mikroskopis menggunakan mikroskop polarisasi dengan tiga medan pandang yang berbeda. Pembesaran yang dilakukan adalah 4x/0,10 P. Secara keseluruhan preparat ini menunjukan adanya tekstur kristalinitas berupa holokristalin dikarenakan seluruhnya terdiri dari mineral. Kemudian ukuran butir mineralnya tidak seragam, sehingga granularitasnya dapat  dikatakan Inequigranular, dan dapat diketahui juga ukuran kristal mineralnya tidak seragam dan terlihat adanya fenokris yang dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik, susah untuk di deskripsikan dan dilihat dengan mata telanjang sehingga disebut porfirofanitik. Sehingga dapat dikatakan sayatan ini memiliki ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri dari kristal mineral. Batas kristalnya ada yang terlihat jelas dan ada yang tidak sehingga bentuk kristalnya dapat dikatakan sebagai hypidiomorfik (subhedral). Sedangkan untuk tekstur khususnya dimana mineral plagioklas yang memanjang secara acak terisi oleh gelasan atau alterasi, sehingga disebut dengan intersertal
            Pada preparat ini terdapat mineral yang memiliki kembaran albit dengan sudut 15o, sehingga mineral tersebut adalah Plagioklas Albit An.8.

Gambar 2.13 Kurva Plagioklas (Albit An.8)
Keterdapatan plagioklas secara keseluruhan pada preparat ini adalah sekitar 46,67%. Kemudian ada juga mineral yang terdapat pecahan yang tidak beraturan, tanpa belahan dan juga memiliki bentuk prismatik dengan relief yang tinggi, sehingga mineral tersebut adalah olivine. Keterdapatan Olivine pada preparat ini adalah sekitar 21,67%. Kemudian ada mineral memiliki bentuk berlembar,pleokroisme kuat, dan gelapan sejajar sehingga mineral tersebut adalah muskovite. Keterdapatan muskovite pada preparat ini sekitar 5%. Selain itu ada mineral dengan sifat optik tidak memiliki belahan, relief rendah, memiliki gelapan bergelombang dengan bentuk yang tidak beraturan, sehingga mineral ini adalah kuarsa. Keterdapatan kuarsa pada preparat ini adalah 11,67%. Kemudian terdapat juga massa dasar (mineral opak) yang bersifat afanitik yang keterdapatannya sekitar 11,67%.
Tingkat kristalisasinya berupa holokristalin yaitu semua mineralnya membentuk kristal dan sedikit gelasan, hal ini menandakan bahwa batuan tersebut membeku secara intrusif jauh di bawah permukaan bumi sehingga mineralnya mempunyai waktu dan kondisi yang ideal untuk membentuk kristal. Granularitasnya berupa inequigranular porfiroafanitik, yaitu butirannya tidak memiliki ukuran seragam dan tidak adanya fenokris (kristal yang lebih besar)  dan didominasi oleh kristal halus atau massa dasar yang afanit yang kecil. Granularitas porfiroafanitik tersebut menandakan bahwa mineral-mineralnya terbentuk secara bersamaan dengan waktu yang singkat. Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan tempat pembentukannya adalah zona vulkanik. Batas kristalnya subhedral yaitu bidang batas antar kristalnya ada yang jelas ada yang tidak jelas. Pada awalnya mineral ini merupakan magma pijar yang cair, kemudian seiring dengan kondisi suhu yang disebabkan oleh tekanan sehingga mengakibatkan magma tersebut naik dan pada kondisi tertentu, mineral-mineral sudah mulai terbentuk, dimana mineral yang terbentuk dahulu adalah olivine yang bersamaan dengan plagioklas dan kemudian membeku. Pada saat tekanan dan suhu semakin rendah, mineral-mineral lain mulai terbentuk, seperti muskovite dan semakin menuju ke permukaan bumi mineral berupa kuarsa gelasan terbentuk. Kemudian dapat diindikasikan bahwa mineral-mineral tersebut dapat ditemukan pada daerah-daerah zona magmatisme atau biasa disebut dengan 7 busur magmatisme. Berdasarkan komposisi mineralnya, yaitu kuarsa, muskovite dan plagioklas yang dominan terbentuk, maka dapat diketahui dan diindikasikan bahwa batuan yang mengandung mineral-mineral tersebut dapat tersingkap atau ditemukan pada daerah vulkanic arc,dan continental rift zone.

Gambar 2.14 Zona Magmatisme (Peraga M02)
Berdasarkan komposisi mineralnya, dapat ditentukan penamaan batuan berdasarkan klasifikasi IUGS dengan persentase kelimpahan mineral dibagi dengan total kelimpahan mineral tanpa massa dasar. Setelah itu didapat Plagioklas berjumlah 50%, Kuarsa 30%, dan Alkali feldspar 20%. Berdasarkan klasifikasi tersebut maka peparat M02 tersebut berasal dari sayatan batuan Granodiorite (IUGS, 1976).


Gambar 2.15 Klasifikasi IUGS, 1976 (peraga G-18)

2.6  Kode Preparat STA-19
Pengamatan yang Selanjutnya dilakukan pada preparat STA-19 yang mana dilakukan pengamatan secara mikroskopis menggunakan mikroskop polarisasi dengan tiga medan pandang yang berbeda. Pembesaran yang dilakukan adalah 4x/0,10 P. Secara keseluruhan preparat ini menunjukan adanya tekstur kristalinitas berupa holokristalin dikarenakan seluruhnya terdiri dari mineral. Kemudian ukuran butir mineralnya tidak seragam, sehingga granularitasnya dapat  dikatakan Inequigranular, dan dapat diketahui juga ukuran kristal mineralnya tidak seragam dan terlihat adanya fenokris yang dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik, namun masih dapat di deskripsikan dan dilihat dengan mata telanjang sehingga disebut faneroporfiritik. Sehingga dapat dikatakan sayatan ini memiliki ukuran kristal mikrokristalin atau terdiri dari kristal mineral. Batas kristalnya ada yang terlihat jelas ada juga tidak, sehingga bentuk kristalnya dapat dikatakan sebagai hypidiomorfik (subhedral). Sedangkan untuk tekstur khususnya dimana terdapat fenokris yang tertanam dalam massa dasar tersebut sehingga dapat dikatakan sebagai tekstur porfiritik.
            Pada preparat ini terdapat mineral yang memiliki kembaran albit dengan sudut 30o, sehingga mineral tersebut adalah Plagioklas Labradorite An.54.

Gambar 2.16 Kurva Plagioklas (LAbradorite An.54)
Keterdapatan plagioklas secara keseluruhan pada preparat ini adalah sekitar 21,67%. Kemudian ada juga mineral yang terdapat pecahan yang tidak beraturan, tanpa belahan dan juga memiliki bentuk prismatik dengan relief yang tinggi, sehingga mineral tersebut adalah olivine. Keterdapatan Olivine pada preparat ini adalah sekitar 11,67%. Kemudian ada mineral memiliki belahan 1 arah, bentuk prosmatik, pleokroisme kuat dan relief tinggi sehingga mineral tersebut adalah hornblende. Keterdapatan hornblende pada preparat ini sekitar 13%. Selain itu ada mineral dengan sifat optik tidak memiliki belahan, relief rendah, memiliki gelapan bergelombang dengan bentuk yang tidak beraturan, sehingga mineral ini adalah kuarsa. Keterdapatan kuarsa pada preparat ini adalah 20%. Kemudian terdapat mineral dengan kembaran carlsbad, maka disebut dengan orthoklas. Keterdapatan orthoklas pada sayatan ini adalah 16,67%. Selanjutnya mineral dengan warna merah kecoklatan (xpl), dengan bentuk prismatik, sehingga disebut dengan biotite. Keterdapatan biotite dalam sayatan ini adalah sekitar 3,3%.  Kemudian terdapat juga massa dasar (mineral opak) yang bersifat afanitik yang keterdapatannya sekitar 21,67%.  Dan yang terakhir terdapat mineral dengan belahan 1 arah, gelapan miring 42° (augite) disebut piroksen, dengan presentasi sekitar 5%.
Tingkat kristalisasinya berupa holokristalin yaitu semua mineralnya membentuk kristal dan sedikit gelasan, hal ini menandakan bahwa batuan tersebut membeku secara intrusif jauh di bawah permukaan bumi sehingga mineralnya mempunyai waktu dan kondisi yang ideal untuk membentuk kristal. Granularitasnya berupa inequigranular faneroporfiritik, yaitu butirannya tidak memiliki ukuran seragam dan adanya fenokris (kristal yang lebih besar) dikelilingi massa dasar yang afanit yang masih dapat dilihat dengan mata telanjang. Granularitas faneroporfiritik tersebut menandakan bahwa mineral-mineralnya ada yang terbentuk bersamaan ada pula yang tidak. Ada mineral yang terlebih dahulu terbentuk kemudian setelah itu ada lagi mineral lain yang terbentuk pada kondisi suhu dan tekanan yang berbeda sehingga membentuk massa dasar, namun pada preparat ini mineral-mineralnya dominan terbentuk secara bersamaan. Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan tempat pembentukannya adalah zona hipabisal. Batas kristalnya subhedral yaitu bidang batas antar kristalnya ada yang jelas ada yang tidak. Pada awalnya mineral ini merupakan magma pijar yang cair, kemudian seiring dengan kondisi suhu yang disebabkan oleh tekanan sehingga mengakibatkan magma tersebut naik dan pada kondisi tertentu, mineral-mineral sudah mulai terbentuk, dimana mineral yang terbentuk dahulu adalah olivine yang bersamaan dengan plagioklas dan kemudian membeku. Pada saat tekanan dan suhu semakin rendah, mineral-mineral lain mulai terbentuk, seperti piroksen dan semakin menuju ke permukaan bumi mineral berupa kuarsa, biotite, dan orthoklas serta gelasan terbentuk. Kemudian dapat diindikasikan bahwa mineral-mineral tersebut dapat ditemukan pada daerah-daerah zona magmatisme atau biasa disebut dengan 7 busur magmatisme. Berdasarkan komposisi mineralnya, yaitu kuarsa, orthoklas,olivine,piroksen dan plagioklas yang dominan terbentuk, maka dapat diketahui dan diindikasikan bahwa batuan yang mengandung mineral-mineral tersebut dapat tersingkap atau ditemukan pada daerah vulkanic arc.

Gambar 2.17 Zona Magmatisme (Peraga STA-19)
Berdasarkan komposisi mineralnya, dapat ditentukan penamaan batuan berdasarkan klasifikasi IUGS dengan persentase kelimpahan mineral dibagi dengan total kelimpahan mineral tanpa massa dasar. Setelah itu didapat Plagioklas berjumlah 30%, Kuarsa 30%, dan Alkali Feldspar 40%. Berdasarkan klasifikasi tersebut maka peparat STA-19 tersebut berasal dari sayatan batuan Ryolite (IUGS, 1976).


Gambar 2.18 Klasifikasi IUGS, 1976 (peraga STA-19)




BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
·         Batuan dengan nomor peraga G-18 memiliki kenampakan tekstur umum berupa tingkat kristalisasi holokristalin, dengan granularitas berupa inequigranular (faneroporfiritik), ukuran kristal mikrokristalin, dan fabriknya panidiomorfik (euhedral). Kemudian untuk tekstur khususnya berupa porfiritik. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas,olivine kuarsa dan hornblende. Berdasarkan klasifikasi IUG (1976), nama batuannya adalah Olivine gabronorite. Interpretasi keberadaan dari mineral ini adalah pada zona island arc, back arc basin, dan hot spot samudera.
·         Batuan dengan nomor peraga YA-20 memiliki kenampakan tekstur umum berupa tingkat kristalisasi holokristalin, dengan granularitas berupa equigranular (fanerik), ukuran kristal mikrokristalin, dan fabriknya panidiomorfik (euhedral). Kemudian untuk tekstur khususnya berupa porfiritik. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, dan olivine. Berdasarkan klasifikasi IUG (1976), nama batuannya adalah Gabroids. Interpretasi keberadaan dari mineral ini adalah pada zona island arc, back arc basin, dan hot spot samudera.
·         Batuan dengan nomor peraga LS-16 memiliki kenampakan tekstur umum berupa tingkat kristalisasi holohyalin, dengan granularitas berupa inequigranular (faneroporfiritik), ukuran kristal mikrokristalin, dan fabriknya hypidiomorfik (subhedral). Kemudian untuk tekstur khususnya berupa porfiritik. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, dan piroksen. Berdasarkan klasifikasi IUG (1976), nama batuannya adalah Olivine gabronorite. Interpretasi keberadaan dari mineral ini adalah pada zona island arc, back arc basin, dan hot spot samudera.
·         Batuan dengan nomor peraga 21 memiliki kenampakan tekstur umum berupa tingkat kristalisasi holokristalin, dengan granularitas berupa equigranular (fanerik), ukuran kristal mikrokristalin, dan fabriknya hypidiomorfik (subhedral). Kemudian untuk tekstur khususnya berupa ophitic. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, piroksen dan hornblende. Berdasarkan klasifikasi IUG (1976), nama batuannya adalah peridotite. Interpretasi keberadaan dari mineral ini adalah pada zona MOR (mid oceanic ridge).
·         Batuan dengan nomor peraga M02 memiliki kenampakan tekstur umum berupa tingkat kristalisasi holokristalin, dengan granularitas berupa inequigranular (porfiroafanitik), ukuran kristal mikrokristalin, dan fabriknya hypidiomorfik (subhedral). Kemudian untuk tekstur khususnya berupa intersertal. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, kuarsa dan muskovite. Berdasarkan klasifikasi IUG (1976), nama batuannya adalah Granodiorite. Interpretasi keberadaan dari mineral ini adalah pada zona vulkanik arc, dan back arc basin.
·         Batuan dengan nomor peraga STA-19 memiliki kenampakan tekstur umum berupa tingkat kristalisasi holokristalin, dengan granularitas berupa inequigranular (faneroporfiritik), ukuran kristal mikrokristalin, dan fabriknya hypidiomorfik (subhedral). Kemudian untuk tekstur khususnya berupa porfiritik. Komposisi yang dominan pada sayatan ini adalah plagioklas, olivine, kuarsa, orthoklas dan piroksen. Berdasarkan klasifikasi IUG (1976), nama batuannya adalah Ryolite. Interpretasi keberadaan dari mineral ini adalah pada zona vulcanic arc.
3.2 Saran
            Pada saat melakukan pendeskripsian seharusnya :
·         Memahami cara pendeskripsian batuan beku non fragmental secara mikroskopis
·         Memahami management waktu yang baik dalam pendeskripsian
·         Memahami dan mengetahui sifat optik khas mineral primer
Aplikasi dalam bidang geologi :
·         Mengetahui penamaan batuan berdasarkan klasifikasi IUGS (1976)
·         Menginterpretasikan proses pembentukan, persebaran batuan, dan menganalisis secara jauh tentang manfaat dibidang tambang, hidrotermal, dan lainnya.